My Teritory

Senin, 22 Februari 2016

Jayakarta, Kemenangan yang Nyata

Pelabuhan Sunda Kelapa, saksi bisu jihad kaum Muslim Indonesia melawan Portugal
Sebelum kita merenungi tanah air tercinta, Jakarta, mari terlebih dahulu kita merenungi sebuah negeri yang mahsyur akan keagungan tenggang rasa antarumat beragama di bumi Spanyol. Espana in three religions, begitu para sejarawan menyebutnya. Betapa tidak, negara yang dinaungi oleh Khilafah Bani Umayyah itu berisikan Muslim, Yahudi, serta Kristen, dan mereka semua hidup dalam keharmonisan. Namun semua itu sirna setelah Ratu Isabella dan Raja Ferdinand, suami-istri penguasa Kristen Spanyol Utara, melancarkan program Reconquista (penaklukan kembali) atas Islam yang berkuasa di Spanyol. Kaum non-Kristen pun diberikan tiga opsi;

Pertama, murtad dan menjadi Kristen. 
Kedua, diusir dari Spanyol dan tidak diperbolehkan untuk membawa anak-anak mereka. 
Ketiga, disiksa dengan berbagai macam seni siksaan atau dibakar hidup-hidup. 

Pilihan-pilihan itu seperti buah Simalakama, semuanya sangat menyengsarakan. Akhirnya, kaum Muslim Spanyol yang berpopulasi kurang lebih 5.000.000 orang musnah. Semuanya dipaksa pindah agama, diusir, dan dibunuh. Tembok-tembok kota, pohon, batu, dan sebagainya yang ada disana, menjadi saksi bisu atas peristiwa yang tragis ini.

Setelah jatuhnya Granada dari tangan kaum Muslim, Dikukuhkanlah Perjanjian Tordesilas, 7 Juni 1494 M, oleh Paus Alexander VI. Dalam perjanjian ini, Paus Alexander VI memberikan kewenangan kepada Kerajaan Katolik Portugis untuk menguasai dunia belahan timur, sementara Kerajaan Katolik Spanyol dipersilahkan untuk menaklukan dunia belahan barat.

Jumat, 19 Februari 2016

Harun ar-Rasyid, Jokowi, dan Kedaulatan Umat

Khalifah Harun ar-Rasyid sedang menerima utusan dari Charlemagne, raja bangsa Frank, Prancis.
(lukisan oleh Julius Köckert [1827–1918])


Baghdad, 802

The most powerfull state on the world. Itulah Khilafah Bani Abbasiyah ketika dipimpin Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809). Kekuatan kaum Muslim benar-benar gemilang dibawah kepemimpinan beliau. Sampai-sampai negara-negara lain di seluruh penjuru dunia pun tunduk, segan, dan menaruh hormat yang tinggi kepada Khilafah, termasuk Imperium Romawi.

Irene of Athens, Ratu Romawi Byzantium
Saat itu, Romawi dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Irene of Athens (752-803). Suatu hari, Khalifah Harun ar-Rasyid melancarkan sebuah jihad untuk menaklukkan Romawi agar hambatan dakwah disana bisa menghilang. Berlangsunglah pertempuran yang seru di Anatolia, Turki. Kekuatan kaum Muslim yang luar biasa ini pun akhirnya dapat mengalahkan pasukan Romawi. Setelah itu, Ratu Irene meminta damai dan memutuskan untuk membayar Jizyah (pajak) sebanyak 70.000-90.000 dinar setiap tahun kepada Khilafah. Ratu Irene tetap setia membayar Jizyah setahun sekali sampai ia wafat.

Ketika Ratu Irene wafat pada 802, maka tahkta kedudukan Kaisar Romawi Byzantium digantikan oleh Nikephoros I. Ia merasa percaya diri karena didukung berbagai pihak. Akhirnya dengan jumawa ia nekat untuk mengirimkan surat kepada Khalifah Harun ar-Rasyid agar mengembalikan harta Jizyah yang sudah diberikan Ratu Irene sebelumnya. Ia menulis;