My Teritory

Jumat, 19 Februari 2016

Harun ar-Rasyid, Jokowi, dan Kedaulatan Umat

Khalifah Harun ar-Rasyid sedang menerima utusan dari Charlemagne, raja bangsa Frank, Prancis.
(lukisan oleh Julius Köckert [1827–1918])


Baghdad, 802

The most powerfull state on the world. Itulah Khilafah Bani Abbasiyah ketika dipimpin Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809). Kekuatan kaum Muslim benar-benar gemilang dibawah kepemimpinan beliau. Sampai-sampai negara-negara lain di seluruh penjuru dunia pun tunduk, segan, dan menaruh hormat yang tinggi kepada Khilafah, termasuk Imperium Romawi.

Irene of Athens, Ratu Romawi Byzantium
Saat itu, Romawi dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Irene of Athens (752-803). Suatu hari, Khalifah Harun ar-Rasyid melancarkan sebuah jihad untuk menaklukkan Romawi agar hambatan dakwah disana bisa menghilang. Berlangsunglah pertempuran yang seru di Anatolia, Turki. Kekuatan kaum Muslim yang luar biasa ini pun akhirnya dapat mengalahkan pasukan Romawi. Setelah itu, Ratu Irene meminta damai dan memutuskan untuk membayar Jizyah (pajak) sebanyak 70.000-90.000 dinar setiap tahun kepada Khilafah. Ratu Irene tetap setia membayar Jizyah setahun sekali sampai ia wafat.

Ketika Ratu Irene wafat pada 802, maka tahkta kedudukan Kaisar Romawi Byzantium digantikan oleh Nikephoros I. Ia merasa percaya diri karena didukung berbagai pihak. Akhirnya dengan jumawa ia nekat untuk mengirimkan surat kepada Khalifah Harun ar-Rasyid agar mengembalikan harta Jizyah yang sudah diberikan Ratu Irene sebelumnya. Ia menulis;


Dari Nikephoros Kaisar Romawi 
Untuk Raja Arab

Sesungguhnya ratu sebelum saya memposisikan anda sebagai raja (dalam catur) dan memposisikan dirinya sebagai prajurit, maka ia pun mengirimkan kepada anda hartanya dalam jumlah banyak. Itu dikarenakan kelemahan dan kebodohannya sebagai wanita.

Jika anda telah membaca suratku ini, maka kembalikan semua hartanya yang telah anda terima dan tebuslah dirimu. Kalau tidak, pedang di antara kami dan anda.

Sampailah surat tersebut di tangan Sang Khalifah. Ketika selesai membaca surat itu, betapa merah muka beliau karena amarah. Bagaimana tidak, surat itu tidak lain adalah sebuah penghinaan dan penginjak-injakan harga diri Islam dan kaum Muslim. Khalifah Harun lantas menulis surat balasan yang singkat untuk Nikephoros;

Bismillahirrahmanirrahim

Dari Harun ar-Rasyid, Amirul Mu’minin
Untuk Nikephoros, anjing Romawi

Aku telah membaca suratmu, hai anak wanita kafir. Jawaban saya adalah apa yang akan anda lihat bukan apa yang anda dengar.

“Jawaban saya adalah apa yang akan anda lihat bukan apa yang anda dengar”, kalimat itu benar-benar direalisasikan oleh Khalifah Harun, yaitu dengan dikirimnya surat tersebut kepada Nikephoros I disertai ‘paket bonus’, yaitu ratusan ribu pasukan Muslim yang siap mati untuk berjihad di jalan Allah memerangi Romawi.

Pecahlah pertempuran di Krasos, Turki. Hasil peperangan benar-benar membuat malu Nikephoros. Pasukannya kalah telak di hadapan pasukan Muslimin. Akhirnya, Nikephoros meminta damai kepada Khalifah Harun ar-Rasyid dan ‘menjilat ludahnya sendiri’ dengan bersedia membayar jizyah tahunan yang lebih besar dibanding Ratu Irene sebelumnya, yakni sebesar 300.000 dinar.

Disaat kaum Muslim masih memegang teguh syariat Islam, menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pedoman dalam segala aspek termasuk dalam hal negara dan politik luar negeri, maka inilah hasilnya. Harga diri Islam dan kaum Muslim benar-benar menjadi sangat tinggi. Negara-negara lain tidak berani untuk mengganggu kehidupan kaum Muslim. Disamping ada pemimpin yang kuat, sistem negaranya pun juga kuat. Kehormatan, kekuatan, harga diri, pengakuan, dan kemuliaan benar-benar dirasakan oleh kaum Muslim dibawah naungan the most powerfull state on the world, Khilafah.


1.214 tahun kemudian..

Jakarta, 2016

Ada banyak sikap rakyat negara yang penganut Islamnya paling banyak di muka bumi ini, Indonesia, kepada pemimpin yang baru saja dipilihnya dua tahun lalu. Ada yang menggerutu, memaki-maki, dan meremehkannya. Ada juga yang ‘sabar’ sambil mengelus-elus dada, bahkan ada juga yang tetap ‘setia’ mendukung pemimpin hasil pemilihan ‘vox populi vox dei’ (suara rakyat suara tuhan) saat ini. Namun, tidak bisa dipungkiri, pasti, pasti mereka semuanya dalam lubuk hati yang paling dalam merasakan rasa yang sama: menyesal.

Dulu, janjinya begitu manis seperti madu. Namun sebagaimana alur-alur pemimpin sebelumnya, janji-janji itu hilang ditelan bumi. Seperti beberapa janji dibawah ini:

1. Janji : Tolak utang luar negeri
Fakta : Tambah utang luar negeri 451,8 trilyun

2. Janji : Tak bakal hapus subsidi BBM
Fakta : Cabut subsidi BBM

3. Janji : Tak berada di bawah bayangan Megawati
Fakta : Tunduk pada kepentingan Megawati

4. Janji : Tidak bagi-bagi kursi ke pendukung
Fakta : Semua pendukung diberi jatah kursi dan jabatan

5. Janji : Menurunkan harga sembako
Fakta : Harga sembako justru melonjak

6. Janji : Memperkuat KPK
Fakta : Melemahkan KPK

7. Janji : Mendukung kemerdekaan Palestina
Fakta : Menolak pendirian kantor cabang Hamas, 
kelompok garda terdepan pejuang Palestina, di Indonesia

8. Janji : Menghentikan impor daging
Fakta : Impor daging terus dibuka

9. Janji : Menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu
Fakta : Diabaikan

Mungkin itu hanya sebagian kecil dari hal-hal yang tidak ditepati Bapak Presiden. Namun yang paling membuat geram adalah ketidakberdayaan beliau dihadapan kekuatan-kekuatan asing, baik dari Barat maupun Timur.

Dari Barat, siapa lagi dedengkotnya kalau bukan Amerika. Negara adidaya yang menganggap dirinya sendiri sebagai ‘police of the world’ ini benar-benar ingin meluaskan hegemoninya ke seluruh dunia. William Blum dalam bukunya, America’s Deadliest Export; Democracy, menyebutkan angka-angka, bahwa Amerika telah:

America's Deadliest Export; Democracy.
Versi terjemahan (Penerbit Bentang)

·      Berupaya keras untuk menggulingkan lebih dari 50 pemerintahan di luar negeri yang dipilih secara demokratis.
·         Secara kotor, ikut campur tangan dalam pemilu di lebih dari 30 negara.
·         Mencoba membunuh lebih dari 50 orang pemimpin negara-negara asing.
·     Mengebom penduduk di lebih dari 30 negara. (ßteroris kuadrat!)
·         Mencoba untuk menekan gerakan rakyat di 20 negara.

Begitu pula yang Amerika lakukan kepada Indonesia, bahkan sejak era Soeharto. Sang Proklamator, Soekarno, yang akan melakukan nasionalisasi semua perusahaan asing di Indonesia membuat Amerika sebal, maka dinaikkanlah Soeharto sebagai pelayan setia Amerika. Dibawah Soeharto, berbagai UU yang pro-asing (khususnya Amerika) dibuat. Freeport, Chevron, dan perusahaan-perusahaan raksasa lainnya diberi keleluasaan untuk merampok hasil bumi Nusantara.

Setelah Soeharto selesai berkuasa, naiklah Habibie, teknokrat kesayangan Soeharto yang punya pemikiran ke depan. Namun lagi-lagi, proyek-proyek berteknologi tinggi beliau dijegal ditengah jalan. Setelah Habibie, naiklah seorang Kyai untuk menduduki singgasana kepresidenan, Abdurrahman Wahid. Namun, pemerintahannya tak berlangsung lama. Beliau terkena skandal Bulog sehingga di-impeachment oleh DPR.

Setelah itu, berkuasalah Megawati binti Soekarno dan pemimpin setelahnya yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Di masa mereka berdua, lahirlah banyak UU yang sangat liberal. UU Sumber Daya Air, UU Migas, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, dll. UU Anti Terorisme juga terbit dimana UU itu sejalan dengan prinsip War On Terrorism ala Amerika yang tak lain adalah War On Islam.

Indonesia President's

Bahkan sebelum Bapak Jokowi menjadi Presiden dan masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Bapak Jokowi meingizinkan kedubes Amerika untuk mendirikan kantor gedungnya di Jakarta, dan gedung itu menjadi kantor kedubes Amerika terbesar ketiga di dunia. Kita patut curiga, apa yang orang-orang asing itu lakukan di dalam gedung sebesar itu? Amerika adalah negara licik, besar kemungkinan mereka melakukan penyadapan besar-besar terhadap para pejabat negeri ini, seperti yang terjadi di era SBY.

Itu dari Barat, belum lagi dari Timur, yang tidak lain tidak bukan adalah Cina. Pencaplokkan Negeri Panda itu atas Indonesia sangat kentara, terutama dalam proyek Cina dalam pembuatan kereta cepat Jakarta-Bandung. Jepang yang punya teknologi lebih ajib dari Cina pun kalah. Dengan ‘penuh tawakal’, proyek ganjil bernilai 5,5 milyar dollar (Rp. 72 trilyun) itu langsung diresmikan oleh Bapak Presiden pada 21 Januari 2016. Kenapa proyek itu ganjil?

·  Proyek itu belum memiliki izin usaha, izin konsensi, dan izin pembangunan. Diakui langsung oleh Direktur Utama PT. Kereta Cepat Indonesia Cina, Hanggoro Budi Wiryawan.

·   Analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang biasanya perlu dikaji beberapa tahun, keluar dalam waktu yang sangat fantastis, tiga hari!

·  Desain proyek baru selesai sepanjang lima kilometer. Padahal jarak Jakarta-Bandung 150 km.

·  Dan sebagainya.

Walaupun persiapan pembangunan proyek itu aneh, tapi Bapak Presiden tanpa ba-bi-bu langsung merestui proyek yang dikerjakan Cina itu. Mengapa? Penyerahan pengurusan infrastruktur ke Cina itu ujung-ujungnya akan berdampak pada penguasaan ekonomi Cina atas Indonesia. Itu dari segi ekonomi, lantas bagaimana dengan politik? Inilah Ahok, dimana aksi-aksinya yang dipoles media berhasil menyihir masyarakat ramai. Si kafir ini pun digadang-gadang akan kembali menjadi orang nomor 1 di Ibukota.

Ahok
Namun, Guru Besar Ilmu Politik UI, Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin mengingatkan warga Jakarta akan bahayanya penguasaan kalangan Cina atas Jakarta. Menurutnya, Jakarta akan dibuat seperti Singapura, yaitu menjadi kota serba mahal. Dan jika apa-apa mahal di Jakarta, maka orang-orang yang berpenghasilan rendah yang kenyataannya adalah kaum pribumi akan terpinggirkan dan keluar dari Jakarta. Walhasil, ketika pribumi sudah tersingkir dari Ibukota, maka politik akan dikuasai pula oleh golongan Cina yang sudah menguasai Ibukota. Jakarta adalah representatif dari keseluruhan Indonesia, apabila Jakarta sudah mereka kuasai, tidak mustahil suatu saat mereka akan menguasai Indonesia secara 'kaffah'. Mengutip perkataan Yusril Ihza Mahendra, ini akan menjadi "bom waktu".

Bukan berarti saya rasis, namun ini adalah kewaspadaan akan berkembangnya keburukan dan ketidakadilan yang disebabkan oleh kapitalisme Timur ini. Selain daripada semua itu, mengangkat orang kafir sebagai pemimpin rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim adalah haram dan dicela oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalilnya jelas:

"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu milik Allah." (Q.S. an-Nisaa': 138-139)

Melihat kenyataan-kenyataan yang menyedihkan tersebut, dimana Indonesia dicengkram asing dimana-mana, rasanya jauh untuk merasakan Indonesia sebagai the most powerfull state on the world. Rasanya terlampau jauh jika membandingkan Indonesia sekarang dengan Khilafah ribuan tahun lalu. Dahulu, Khilafah begitu berdaulat, sampai-sampai Romawi keder dan segan kepadanya. Namun sekarang, Indonesia hilang kedaulatannya dihadapan Amerika yang punya nama lain The New Rome, begitu juga di hadapan Cina.

Apa yang membuat Indonesia tahun 2016 berbeda drastis dengan Khilafah tahun 802? Bukankah mereka sama-sama Muslim? Bukankah al-Qur’an yang dibaca tidak pernah berubah satu huruf pun? Bukankah al-Qur’an dari dulu jumlahnya tetap 6.236 ayat? Bukankah saat ini masih banyak kaum Muslimin yang taat beragama?

Ah, iya. Ternyata terlihat sekali perbedaannya. Bukankah Khilafah dahulu menggunakan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai hukum negara yang tertinggi, bukan yang lain? Kebanyakan orang sekarang begitu sibuk mencari pemimpin yang amanah, tapi lupa memikirkan sistem yang amanah. Apakah kita puas dan tidak bosan selama 70 tahun berturut-turut senantiasa memakai sistem demokrasi yang dikatakan sebagai sistem yang masih dalam tahap ‘trial and error’? Bukankah dulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Seorang Mukmin tidak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali”?

Bilamana Bapak Jokowi bersedia menjalankan syariat Islam dan menegakkan Khilafah, pasti Indonesia akan bangkit dalam artian yang hakiki dan menjadikan NKRI ini sebagai the most powerfull state on the world. Mungkin saja suatu hari nanti, ketika sudah menjadikan Islam sebagai sistem di segala aspek, Bapak Jokowi punya keberanian untuk menggertak Obama atau siapapun penggantinya nanti dengan menyebut mereka sebagai anjing Amerika?


Akhukum, Nicko Pandawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar