Mural rakyat Palestina yang merindukan Khilafah Islamiyyah membebaskan negeri mereka |
***
“Pengemban dakwah tidak akan memihak suatu bangsa manapun, ataupun
bersikap kompromi. Ia tidak peduli lagi dengan beratnya menghadapi masyarakat
dan para penguasa yang jahat, tidak bergaul dengan mereka, tidak berbasa-basi
atau bermanis muka. Namun demikian mereka tetap berpegang teguh pada Ideologi
tanpa memperhitungkan untung-rugi, kecuali Ideologi itu sendiri.”
-Taqiyuddin an-Nabhani-
***
Jual!
Jual! Jual! Berseliweran kata-kata itu di jejaring informasi kita, walau tidak
lebih dominan dibanding drama badut amatiran ala Setya Novanto dan tiang
listrik-nya yang malang. Tingkah Jokowi yang menjual ke sana kemari aset-aset
negara seperti jalan tol dan BUMN beserta turunan perusahaannya, secara tidak
langsung mendeklarasikan pemerintahannya sebagai pemerintahan Kapitalis. Belum
lagi dengan kebijakan-kebijakan seperti privatisasi sektor-sektor publik, perizinan
Meikarta, pembakaran hutan, penghapusan subsidi, kenaikan TDL yang sangat
meroket, dan lain sebagainya yang makin menunjukkan kecintaan Rezim terhadap
ideologi Kapitalisme; walaupun mereka tak pernah melisankannya secara sharih
dan lebih memilih ‘slogan manis’ seperti “Saya Pancasila! Saya Indonesia!”.
Rezim
yang berlindung dibalik ketiak Kapitalisme senantiasa berteriak “hidup
demokrasi!” dan “NKRI Harga Mati!” tapi secara nyata bersikap tiran kepada para
penentang kekuasaan kapitalnya dengan ‘senjata pemusnah massal’ UU ITE atau UU
Ormas yang baru saja dilegalkan. Siapapun yang masih punya kesadaran akan
realitas yang rusak ini, pasti akan tergerak untuk melakukan perubahan. Hanya
saja, senjata apa yang akan mereka angkat untuk melawan keangkuhan Kapitalisme?