My Teritory

Sabtu, 09 Januari 2016

Menyayangi Kaum Muslim dan Kerapatan Shaf

'3'; Alif, Lam, Mim
“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka..” (QS. Al-Fath [48]: 29)

Ketika malam tahun baru kemarin, aku menonton sebuah film di Net TV, judulnya adalah 3 (tiga). Diceriterakan dalam film tersebut, Indonesia pada tahun 2036 telah menjadikan paham liberalisme sebagai asas negara, yang menjunjung HAM sangat tinggi. Sila pertama Pancasila dihapus sehingga bukan Pancasila lagi namanya, melainkan Catursila. Dengan kata lain, saat itu Indonesia telah menjadi negara sekuler dan amat memusuhi orang-orang yang terlihat agamis.

Suatu hari, terjadi kasus pemboman di sebuah kafe, dan orang-orang bergamis nan bersorban yang ada di kafe tersebut diciduk sebagai pelaku kasus terorisme tersebut. Singkat cerita, ternyata yang melakukan pemboman tersebut adalah sebuah organisasi rahasia (Freemason) yang melakukan konspirasi dan menggunakan orang-orang Islam sebagai kambinghitam atas kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan.



Setelah menonton film tersebut, rasa kagum menyeruak dari dalam hatiku atas film ini. Betapa berani, betapa  berbeda, dan betapa kreatifnya! Memang pada bagian awalnya, film ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa Muslim memang biang keladi terorisme, namun jika ditonton sampai habis, kita akan tahu bahwa Muslim-lah yang dijadikan korban, dan dalam film itu, digambarkan perjuangan Muslim melawan konspirasi Freemason tersebut. Itulah kenapa sang pembuat film membuat maklumat ketika di awal film ditayangkan agar kita menonton film ini sampai habis, supaya tak timbul prasangka-prasangka buruk.

Yang membuatku tergelitik untuk menulis tulisan ini, yaitu karena film 3 menempatkan Kaum Muslim sebagai protagonis, dan mereka tidak berpecah belah. Berbeda dengan film-film ‘Islami’ seperti My Name Is Khan, Ayat-Ayat Cinta, 99 Cahaya di Langit Eropa, dan sebagainya, dalam beberapa adegannya mereka cenderung menempatkan Kaum Muslim sebagai sosok antagonis. Atau mungkin yang lebih sering adalah perseteruan antara ‘Muslim Moderat’ dan ‘Muslim Radikal’. Mungkin niat mereka baik, yakni dalam rangka war on terrorism, menangkal paham radikal, mengutamakan dakwah yang moderat, dan seterusnya. Namun, penyampaian dakwah dengan cara menggambarkan perseteruan sesama Muslim kupandang kurang baik, seakan ingin menceritakan bahwa kita senantiasa ‘berantem sendiri’.

Juga dalam kaitannya dengan realitas kekinian, kulihat banyak Kaum Muslim yang mungkin niatnya baik untuk berdakwah, mencoba untuk berlemah lembut dan berwelas asih kepada orang-orang kafir, demi menghilangkan persepsi buruk Kaum Muslim sebagai teroris. Namun yang disayangkan adalah, di saat yang sama mereka malah galak dan kasar terhadap saudara sesama Muslim yang berghirah tinggi untuk menjadikan Islam tinggi diatas segala-galanya. Mereka menuduh orang-orang yang memandang bahwa Islam lebih baik dari agama lain sebagai orang-orang berideologi keras, berotak jumud, dan cenderung ekstrimis. Orang-orang yang mendakwahkan dan mensyiarkan Islam secara tegas dan lugas dianggap bertentangan dengan konsep rahmatan lil ‘aalamin.

Ketika kita berdakwah, mungkin wajar bagi orang-orang kafir untuk menolak seruan kita, toh mereka memang tidak beriman kepada Allah dan RasulNya. Tetapi yang memilukan hati ialah, penentangan dakwah kita yang terbesar justru berasal dari Kaum Muslim sendiri.. padahal kita sama-sama mentauhidkan Allah, menjadikan Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai uswatun hasanah, melaksanakan shalat, dan membayar zakat, namun kenapa senjata kita bukan teracung kepada mereka yang jelas-jelas memusuhi Islam, melainkan kepada saudara-saudara kita sendiri?

Apakah hanya karena perbedaan dalam masalah madzhab, harakah, pemahaman, negara, atau yang lainnya yang membuat kita saling mencaci? Sementara itu, orang-orang kafir nun jauh disana kegirangan dan bertepuk tangan melihat Kaum Muslim terpecah dari dalam.

Ketahuilah, ada pihak yang mengadu-domba kita. Metode lama penjajahan devide et impera masih digunakan sampai hari ini. Sebagaimana di film ‘3’, musuh-musuh Islam bekerja siang malam untuk menghancurkan kita dan mereka berkedok bahwa apa yang mereka lakukan demi ‘perdamaian dunia’ dan ‘persaudaraan’. Sekali-kali tidak! Apa yang mereka inginkan sesungguhnya hanya untuk memuaskan nafsu mereka sendiri. Mereka tertawa diatas penderitaan orang lain. Sebagaimana yang dikatakan tokoh Mim dalam film tersebut, “merekalah teroris sebenarnya!”


Akhirul kalam, kembali menukil kata-kata dari tokoh Kyai dalam film ‘3’, “rapatkan shaf kalian!”

Pengamat film dadakan,

Nicko Pandawa





Tidak ada komentar:

Posting Komentar