|
Pelabuhan Sunda Kelapa, saksi bisu jihad kaum Muslim Indonesia melawan Portugal |
Sebelum kita merenungi tanah air tercinta, Jakarta, mari terlebih dahulu kita merenungi sebuah negeri yang mahsyur akan keagungan tenggang rasa
antarumat beragama di bumi Spanyol. Espana in three religions, begitu
para sejarawan menyebutnya. Betapa tidak, negara yang dinaungi oleh Khilafah Bani
Umayyah itu berisikan Muslim, Yahudi, serta Kristen, dan mereka semua hidup dalam
keharmonisan. Namun semua itu sirna setelah Ratu Isabella dan Raja Ferdinand,
suami-istri penguasa Kristen Spanyol Utara, melancarkan program Reconquista (penaklukan kembali) atas Islam yang berkuasa di Spanyol. Kaum non-Kristen pun diberikan tiga opsi;
Pertama, murtad dan menjadi Kristen.
Kedua, diusir dari Spanyol dan tidak
diperbolehkan untuk membawa anak-anak mereka.
Ketiga, disiksa dengan berbagai
macam seni siksaan atau dibakar hidup-hidup.
Pilihan-pilihan itu seperti buah Simalakama, semuanya sangat menyengsarakan. Akhirnya, kaum Muslim Spanyol yang berpopulasi kurang lebih 5.000.000 orang musnah. Semuanya dipaksa pindah agama, diusir, dan dibunuh. Tembok-tembok kota, pohon, batu,
dan sebagainya yang ada disana, menjadi saksi bisu atas peristiwa yang tragis
ini.
Setelah jatuhnya Granada
dari tangan kaum Muslim, Dikukuhkanlah Perjanjian Tordesilas, 7 Juni 1494 M,
oleh Paus Alexander VI. Dalam perjanjian ini, Paus Alexander VI memberikan
kewenangan kepada Kerajaan Katolik Portugis untuk menguasai dunia belahan
timur, sementara Kerajaan Katolik Spanyol dipersilahkan untuk menaklukan dunia
belahan barat.